Perjalanan menuju pesantren merupakan hal yang lumrah, terlebih bagi santri
aktif atau alumni, ada kekhasan tersendiri bagi setiap pesantrennya. Dengan berjalan
menuju pesantren pasti kita akan mendapatkan hal-hal yang baru, seperti bisa
kembali bertemu dengan teman lama bagi alumni, serta bisa melihat perkembangan
pesantren itu sendiri dengan lebih dekat lagi yakni dengan mata telanjang.
Namun tidak bagi santri aktif kebanyakan, karena berjalan menuju pesantren (balik
pondok) merupakan berjalan menuju tahanan, begitulah pradigma salah kaprah yang
sering aku dapatkan semenjak menjadi santri aktif dulu, selain itu ada lagi
slogan yang sering di lontarkan oleh para santri aktif yakni “penjara suci”
padahal realitasnya pesantren itu bukanlah penjara atau pun tempat kurungan.
Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan, yang menjurus pada perbaikan
moralitas anak didiknya dan penguasaan ilmu keagamaan, meski realitasnya masih
ada sebagian pelajar yang menempuh pendidikan di pesantren yang tidak mendalami
bidang ilmu agama itu sendiri. Selain itu perkembangan teknologi dan komunikasi
yang semakin canggih ini, telah melahirkan dua corak mode pesantren, yang
pertama yaitu: pesantren konvensional(salaf) yang kedua yaitu: pesantren modern.
Ada beberapa keunikan yang dimiliki lembaga pendidikan yang bernama
pesantren yang mungkin tidak di miliki oleh lembaga pendidikan lainnya, yakni
istilah kyai, santri dan kitab. Tentu ketiga variansi dari ketiga elemen itu,
tidak bisa kita samakan dengan yang namanya guru, murid dan buku. Karena memang
ada keunggulan tersendiri yang tentu penulis tidak bisa menjelaskan panjang
lebar dalam pengantar serial catatan ini.
Pokoknya perjalanan menuju pesantren merupakan momen yang tidak bisa
dibandingkan dengan berjalan pada tempat wisata lainnya, meski kenyataan
pesantren memang bukan tempat wisata. Namun yang perlu diketahui oleh pembaca
yang budiman adalah antara satu pesantren dengan pesantren yang lainnya pasti
mempunyai keunikan tersendiri.
Jejak di Pon. Pes. Mambaul Ulum Bata-Bata Pamekasan
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 2 jam, setelah menahan
sesak pandangan dari spanduk Caleg, Cagub
dan iklan-iklan yang juga meramaikan dan memenuhi trotoar kota Pamekasan, setelah
terbebas dari kemacetan pasar 17 Agustus Pamekasan, akhirnya aku pun sampai
juga di barisan dalam keadaan macet panjang, tepatnya di pintu masuk menuju
Pon. Pes. Mambaul Ulum Bata-Bata.
Penjemputan guru tugas (GT) kali
ini memang luar biasa sekali, karena tidak hanya itu, pada waktu itu juga ada
sebagain santri aktif yang baru balik pondok, juga wali santri yang ingin
memondokan anaknya. Sehingga volume pengunjung saat itu membludak yaitu dari
barisan sampai pada lapangan depan kantor pesantren tidak putus-putus, membanjiri
ruas-ruas jalan, ada yang berkendaraan ada juga yang memarkir kendaraanya di
barisan lantas berjalan kaki.
Beberapa menit kemudian mobil
kijang yang aku tumpangi, akhirnya sampai juga di tempat parkir, yaitu di
parkir di depan kartor Madrasan Tsanawiyah Mambaul Ulum Bata-Bata (MTs MUBA),
aku pun melanjutkan perjalanan menuju pondok dengan berjalan kaki dari Madrasah
Barat, melewati ruas-ruas jalan yang sesak dengan orang-orang yang berlalu –lalang,
di depan tempat pemanggilan aku bertemu dengan Ali wafa dan Bahrudin, setelah
berbincang-bincang sebentar dengan mereka berdua aku melanjutkan perjalanan.
Setelah sampai di congkop
(tempat pendiri dan sesepuh PP. MUBA di semayamkan), aku mengambil wudhu’
kemudian melaksanakan shalat dhuha disana, sesudah shalat dhuha, bapak
menelponku untuk segera menghadapnya dan kemudian bersama-sama berjalan menuju pandepah
(pendopo) untuk acabis (sawun) pada beliau, sekaligus pamitan untuk
boyong dari pondok.
Rupanya tidak hanya di jalannya
raya saja, pandepah pun juga sesak dan penuh dengan tamu. Sesudah bapak,
aku dan adekku acabis dan mator pada RKH. Hasan Abd Hamid yang
ketetapan pada saat itu menemui disana. Aku pun kembali pada congkop
membaca yasin dan tahlil, baru kemudian menuju BBEC (Bata-Bata
English Centre). BBEC merupakan sebuah lembaga pengembangan bahasa Inggris yang
dulunya di kenal dengan LPBI, dalam perjalanan menuju BBEC aku kembali bertemu
dengan seorang temanku yang bernama Ismail, setelah berbincang-bincang sebentar
dan meminta nomer HP-ku, aku pun melanjutkan perjalanan.
Setibanya di BBEC aku bertemu
dengan Wahyudi, Farhan dan seorang tutor baru yang belum pernah ku kenal
sebelumnya, maklum aku sudah 2 tahun lebih lamanya aku keluar dari lembaga itu,
waktu yang cukup relatif lama, banyak wajah-wajah baru yang tidak ku kenal
disana. Kemudian datanglah Hamid dan Hamdi seorang murid dari tugasanku dulu
yang sekarang juga mondok di Pon. Pes. Mambaul Ulum Bata-Bata. Lalu datanglah
Bayen dan Aziz yang merupakan rekanku dulu waktu menjabat sebagai official
di BBEC ini.
Ada beberapa pesan yang di
sampaikan oleh Bayen dalam pertemuanku itu yang di kutip dari pesan RKH. Hasan
Abd Hamid kepadanya, ketika dia pamit untuk boyong kemaren. Beliau berpesan
untuk selalu melaksanak kewajiban shalat fardhu dan menjaga nama baik
al-mamater pesantren, sekalipun sudah keluar dari pesantren. Yang membuatku
bulu kudukku sedikit merinding adalah ketika Bayen mengajukan, semacam harapan
dan permintaan kepada beliau untuk diakui sebagai muridnya, nanti pada hari
kiamat. Apa dawuh beliau?, beliau hanya menitip pesan untuk jangan
sampai lupa melaksanakan shalat fardhu dan menjaga nama baik al-mamater.
Tidak lama kemudian, dari
perbincangan yang sifatnya serius sampai pada yang cuman sekedar canda dan
tawa, akhirnya datanglah Mr. Hafidurrahman, beliau adalah adalah Director
kedua BBEC sesudah yang pertama Mr. Qomaruddin, beliau berasal dari Camplong
Sampang, Namun sekarang sedang menempuh S-2 Prodi Bahasa Inggris disalah satu
perguruan tinggi di kota Malang, pertemuan yang sangat mengesankan, mengingatkanku
kembali pada kenangan masalalu yang
penuh dengan tangis dan canda tawa.
Aku pun sempat menanyakan
perkembangan BBEC, rupanya memang ada sedikit perkembangan, tidak hanya di
putra saja yang ada markas bahasa inggrisnya, tapi di putri juga sekarang
katanya ada markasnya juga, yang di kenal dengan sebutan BBEC Female.
Sebenarnya dulu masaku juga ada, tapi belum di wadahi dalam lembaga khusus
cuman sekedar kursusan saja, dan Mr. Hafidz pun menuturkan bahwa akhir-akhir ini beliau juga tidak
begitu aktif di BBEC, terhitung semenjak melanjutkan prodi S-2-Nya.
Selang beberapa menit kemudian
datanglah Suliyadi dan Hudaifi dengan Penanggung Jawab Guru Tugasnya (PJGT),
dan orang tua sualiyadi sendiri pun ikut menyertai, aku tidak menyangka bahwa Suliyadi akan di
tugas di dekat rumahku, yakni satu desa tapi cuman lain kampung. Sesudah
Suliyadi, Hudaifi berangkat. Mr. Hafid pun pergi keluar katanya mau mengunjungi
anak buahnya Hatip yang juga di tugas tahun ini.
Baru kemudian aku melanjutkan
percakapan dengan Hamdi dan Hamid, dan menanyakan pada mereka tentang
teman-teman yang lainnya, dia berkata padaku bahwa teman-teman yang lain ada
disini alias di BBEC, dan kemudian Hamid menyuruh Hamdi untuk memanggil Herman,
Holil dan Rifadi di kamar BBEC itu, lantas menyuruh dan mengajak mereka
menemuiku disini di kantor BBEC ini.
Kemudian datanglah Rifadi dan
Herman, cuman Holil yang tidak ada waktu itu, mungkin sedang berada di daerah
(blok)-nya. Setelah larut dalam percakapan yang dalam akhirnya Hamid dan Hamdi
pamitan untuk kembali ke pondoknya untuk menemui, guru tugas yang baru yang
juga kebetulan satu daerah dengan dia, cuman sekarang agak begitu jauh
ketimbang rumahku dan rumah Hamid, yang sama dari Sampang, sedangkan rumah guru
tugas yang baru yang menggantikan Hamid itu dari Bangkalan.
Setelah Hamid dan Hamdi sudah
pergi, baru kemudian Holil datang. Rupanya dari tadi dia ada di pondok katanya,
beberapa menit kemudian bapak menelponku menyuruhku untuk segera keluar, aku pun
segera meminjam HP-Nya Aziz, yang kebetulan pakek kartu XL, baru kemudian
menelpon wahyudi, menyuruh dia untuk segera ke BBEC, tidak lama kemudian dia
pun datang menemuiku di kantor BBEC itu lagi, kemudian aku pun membayar uang
buku yang aku beli.
Aku pun berencana untuk meng-copy
data, namun lagi-lagi kapasitas memory yang ku miliki tidak mendunkung alias full. kemudian aku bertanya kaset CD/DVD pada Wahyudi
dia menjawab ada tapi, lagi-lagi CD Room Laptopnya rusak. Jadi aku pun tidak
bisa membakar data itu pada kaset. Untunglah kemudian aku bisa pinjam flashdisk
wahyudi lantas aku pun segera meng-copy data yang ku inginkan itu.
Sambil lalu aku meng-copy
data itu, aku pun mengambil wudhu’ ke congkop, dan meminta Holil
untuk menjaganya, sehabis mengambil wudhu’ dari congkop aku pun kembali lagi ke
kantor BBEC, dan disana aku dapati Mr. Sulhan, seorang teacher yang dulu juga
pintar dalam segi kaligrafinya.
Aku meminta idzin padanya, untuk
melaksanakan shalat dhuhur, shalat dhuhurku kali ini memang amburadul alias
tidak khusuk sekali, lantas teacherku itu menegurnya, setelah melaksanakan
shalat dhuhur rupaya bapak menelponku kembali, menyuruhku untuk segera keluar,
aku pun meminta beliau untuk menunggu sebentar. Menunggu selesainya data yang
aku copy itu, sambil lalu menunggu selesainya data yang ku copy, akupun
berbincang-bincang dengan Mr. Sulhan, menanyakan prihal kehidupan dan
keluarganya.
Setelah data yang ku copy
selesai, akhirnya aku pun berpamitan pada anak-anak BBEC yang tersisa disana,
begitupun dengan Holil. Kemudian aku berjalan secepat mungkin menerobos orang-orang
yang memenuhi ruas jalan. Melewati jalan pintas yaitu berjalan dari timur
pondok kecil melewati jembatan yang terhubung ke takhassus dan
menyebrang lewat tepi sawah, kemudian sampailah di timur jembatan. Lalu
menelpon bapak, seraya berkata bahwa aku menunggunya di timur jembatan.
Kemudian baru menuju jalan
pulang, namun dalam perjalanan menuju pulang kita masih berhenti di salah satu
masjid di daerah Camplong, kemudian melaksanakan shalat dhuhur lagi disana. Aku
pun juga mengulangi kembali, shalat dhuhurku yang kurasa belum sah itu, aku
mengulanginya dengan shalat berjamaah. Serta sebagian dari kami ada juga yang
membeli ikan, kebetulan di samping masjid itu ada banyak orang yang menjual
ikan segar hasil tangkapan nelayan, suasana yang beda shalat di tempat ibadah
atau masjid ini, memberikan kesan tersendiri di dalamnya. Setelah semuanya
benar-benar selesai, aku pun kembali menuju jalan pulang yang sesungguhnya. Catatan
perjalanan pada tanggal 25 Agustus 2013.
*Serial Catatan dari Pulau Sebrang