Welcome to farukfazhay.blogspot.com, blog ini diasuh oleh Umar Faruk Fazhay asal Jl. Raya Sawah Tengah Robatal Sampang Madura Jawa Timur Agustus 2013 ~ MENYELAMI MIMPI

Rabu, 28 Agustus 2013

Perjalanan Menuju Pon. Pes. Mambaul Ulum Bata-Bata Pamekasan


Perjalanan menuju pesantren merupakan hal yang lumrah, terlebih bagi santri aktif atau alumni, ada kekhasan tersendiri bagi setiap pesantrennya. Dengan berjalan menuju pesantren pasti kita akan mendapatkan hal-hal yang baru, seperti bisa kembali bertemu dengan teman lama bagi alumni, serta bisa melihat perkembangan pesantren itu sendiri dengan lebih dekat lagi yakni dengan mata telanjang.

Namun tidak bagi santri aktif kebanyakan, karena berjalan menuju pesantren (balik pondok) merupakan berjalan menuju tahanan, begitulah pradigma salah kaprah yang sering aku dapatkan semenjak menjadi santri aktif dulu, selain itu ada lagi slogan yang sering di lontarkan oleh para santri aktif yakni “penjara suci” padahal realitasnya pesantren itu bukanlah penjara atau pun tempat kurungan.

Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan, yang menjurus pada perbaikan moralitas anak didiknya dan penguasaan ilmu keagamaan, meski realitasnya masih ada sebagian pelajar yang menempuh pendidikan di pesantren yang tidak mendalami bidang ilmu agama itu sendiri. Selain itu perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin canggih ini, telah melahirkan dua corak mode pesantren, yang pertama yaitu: pesantren konvensional(salaf) yang kedua yaitu: pesantren modern.

Ada beberapa keunikan yang dimiliki lembaga pendidikan yang bernama pesantren yang mungkin tidak di miliki oleh lembaga pendidikan lainnya, yakni istilah kyai, santri dan kitab. Tentu ketiga variansi dari ketiga elemen itu, tidak bisa kita samakan dengan yang namanya guru, murid dan buku. Karena memang ada keunggulan tersendiri yang tentu penulis tidak bisa menjelaskan panjang lebar dalam pengantar serial catatan ini.

Pokoknya perjalanan menuju pesantren merupakan momen yang tidak bisa dibandingkan dengan berjalan pada tempat wisata lainnya, meski kenyataan pesantren memang bukan tempat wisata. Namun yang perlu diketahui oleh pembaca yang budiman adalah antara satu pesantren dengan pesantren yang lainnya pasti mempunyai keunikan tersendiri.

Jejak di Pon. Pes. Mambaul Ulum Bata-Bata Pamekasan
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 2 jam, setelah menahan sesak pandangan  dari spanduk Caleg, Cagub dan iklan-iklan yang juga meramaikan dan memenuhi trotoar kota Pamekasan, setelah terbebas dari kemacetan pasar 17 Agustus Pamekasan, akhirnya aku pun sampai juga di barisan dalam keadaan macet panjang, tepatnya di pintu masuk menuju Pon. Pes. Mambaul Ulum Bata-Bata.
Penjemputan guru tugas (GT) kali ini memang luar biasa sekali, karena tidak hanya itu, pada waktu itu juga ada sebagain santri aktif yang baru balik pondok, juga wali santri yang ingin memondokan anaknya. Sehingga volume pengunjung saat itu membludak yaitu dari barisan sampai pada lapangan depan kantor pesantren tidak putus-putus, membanjiri ruas-ruas jalan, ada yang berkendaraan ada juga yang memarkir kendaraanya di barisan lantas berjalan kaki.

Beberapa menit kemudian mobil kijang yang aku tumpangi, akhirnya sampai juga di tempat parkir, yaitu di parkir di depan kartor Madrasan Tsanawiyah Mambaul Ulum Bata-Bata (MTs MUBA), aku pun melanjutkan perjalanan menuju pondok dengan berjalan kaki dari Madrasah Barat, melewati ruas-ruas jalan yang sesak dengan orang-orang yang berlalu –lalang, di depan tempat pemanggilan aku bertemu dengan Ali wafa dan Bahrudin, setelah berbincang-bincang sebentar dengan mereka berdua aku melanjutkan perjalanan.

Setelah sampai di congkop (tempat pendiri dan sesepuh PP. MUBA di semayamkan), aku mengambil wudhu’ kemudian melaksanakan shalat dhuha disana, sesudah shalat dhuha, bapak menelponku untuk segera menghadapnya dan kemudian bersama-sama berjalan menuju pandepah (pendopo) untuk acabis (sawun) pada beliau, sekaligus pamitan untuk boyong dari pondok.

Rupanya tidak hanya di jalannya raya saja, pandepah pun juga sesak dan penuh dengan tamu. Sesudah bapak, aku dan adekku acabis dan mator pada RKH. Hasan Abd Hamid yang ketetapan pada saat itu menemui disana. Aku pun kembali pada congkop membaca yasin dan tahlil, baru kemudian menuju BBEC (Bata-Bata English Centre). BBEC merupakan sebuah lembaga pengembangan bahasa Inggris yang dulunya di kenal dengan LPBI, dalam perjalanan menuju BBEC aku kembali bertemu dengan seorang temanku yang bernama Ismail, setelah berbincang-bincang sebentar dan meminta nomer HP-ku, aku pun melanjutkan perjalanan.

Setibanya di BBEC aku bertemu dengan Wahyudi, Farhan dan seorang tutor baru yang belum pernah ku kenal sebelumnya, maklum aku sudah 2 tahun lebih lamanya aku keluar dari lembaga itu, waktu yang cukup relatif lama, banyak wajah-wajah baru yang tidak ku kenal disana. Kemudian datanglah Hamid dan Hamdi seorang murid dari tugasanku dulu yang sekarang juga mondok di Pon. Pes. Mambaul Ulum Bata-Bata. Lalu datanglah Bayen dan Aziz yang merupakan rekanku dulu waktu menjabat sebagai official di BBEC ini.   

Ada beberapa pesan yang di sampaikan oleh Bayen dalam pertemuanku itu yang di kutip dari pesan RKH. Hasan Abd Hamid kepadanya, ketika dia pamit untuk boyong kemaren. Beliau berpesan untuk selalu melaksanak kewajiban shalat fardhu dan menjaga nama baik al-mamater pesantren, sekalipun sudah keluar dari pesantren. Yang membuatku bulu kudukku sedikit merinding adalah ketika Bayen mengajukan, semacam harapan dan permintaan kepada beliau untuk diakui sebagai muridnya, nanti pada hari kiamat. Apa dawuh beliau?, beliau hanya menitip pesan untuk jangan sampai lupa melaksanakan shalat fardhu dan menjaga nama baik al-mamater. 

Tidak lama kemudian, dari perbincangan yang sifatnya serius sampai pada yang cuman sekedar canda dan tawa, akhirnya datanglah Mr. Hafidurrahman, beliau adalah adalah Director kedua BBEC sesudah yang pertama Mr. Qomaruddin, beliau berasal dari Camplong Sampang, Namun sekarang sedang menempuh S-2 Prodi Bahasa Inggris disalah satu perguruan tinggi di kota Malang, pertemuan yang sangat mengesankan, mengingatkanku kembali pada kenangan masalalu  yang penuh dengan tangis dan canda tawa.

Aku pun sempat menanyakan perkembangan BBEC, rupanya memang ada sedikit perkembangan, tidak hanya di putra saja yang ada markas bahasa inggrisnya, tapi di putri juga sekarang katanya ada markasnya juga, yang di kenal dengan sebutan BBEC Female. Sebenarnya dulu masaku juga ada, tapi belum di wadahi dalam lembaga khusus cuman sekedar kursusan saja, dan Mr. Hafidz pun menuturkan  bahwa akhir-akhir ini beliau juga tidak begitu aktif di BBEC, terhitung semenjak melanjutkan prodi S-2-Nya.

Selang beberapa menit kemudian datanglah Suliyadi dan Hudaifi dengan Penanggung Jawab Guru Tugasnya (PJGT), dan orang tua sualiyadi sendiri pun ikut menyertai,  aku tidak menyangka bahwa Suliyadi akan di tugas di dekat rumahku, yakni satu desa tapi cuman lain kampung. Sesudah Suliyadi, Hudaifi berangkat. Mr. Hafid pun pergi keluar katanya mau mengunjungi anak buahnya Hatip yang juga di tugas tahun ini.

Baru kemudian aku melanjutkan percakapan dengan Hamdi dan Hamid, dan menanyakan pada mereka tentang teman-teman yang lainnya, dia berkata padaku bahwa teman-teman yang lain ada disini alias di BBEC, dan kemudian Hamid menyuruh Hamdi untuk memanggil Herman, Holil dan Rifadi di kamar BBEC itu, lantas menyuruh dan mengajak mereka menemuiku disini di kantor BBEC ini.

Kemudian datanglah Rifadi dan Herman, cuman Holil yang tidak ada waktu itu, mungkin sedang berada di daerah (blok)-nya. Setelah larut dalam percakapan yang dalam akhirnya Hamid dan Hamdi pamitan untuk kembali ke pondoknya untuk menemui, guru tugas yang baru yang juga kebetulan satu daerah dengan dia, cuman sekarang agak begitu jauh ketimbang rumahku dan rumah Hamid, yang sama dari Sampang, sedangkan rumah guru tugas yang baru yang menggantikan Hamid itu dari Bangkalan.

Setelah Hamid dan Hamdi sudah pergi, baru kemudian Holil datang. Rupanya dari tadi dia ada di pondok katanya, beberapa menit kemudian bapak menelponku menyuruhku untuk segera keluar, aku pun segera meminjam HP-Nya Aziz, yang kebetulan pakek kartu XL, baru kemudian menelpon wahyudi, menyuruh dia untuk segera ke BBEC, tidak lama kemudian dia pun datang menemuiku di kantor BBEC itu lagi, kemudian aku pun membayar uang buku yang aku beli.

Aku pun berencana untuk meng-copy data, namun lagi-lagi kapasitas memory yang ku miliki tidak mendunkung alias full.  kemudian aku bertanya kaset CD/DVD pada Wahyudi dia menjawab ada tapi, lagi-lagi CD Room Laptopnya rusak. Jadi aku pun tidak bisa membakar data itu pada kaset. Untunglah kemudian aku bisa pinjam flashdisk wahyudi lantas aku pun segera meng-copy data yang  ku inginkan itu.

Sambil lalu aku meng-copy data itu, aku pun mengambil wudhu’ ke congkop, dan meminta Holil untuk menjaganya, sehabis mengambil wudhu’ dari congkop aku pun kembali lagi ke kantor BBEC, dan disana aku dapati Mr. Sulhan, seorang teacher yang dulu juga pintar dalam segi kaligrafinya.

Aku meminta idzin padanya, untuk melaksanakan shalat dhuhur, shalat dhuhurku kali ini memang amburadul alias tidak khusuk sekali, lantas teacherku itu menegurnya, setelah melaksanakan shalat dhuhur rupaya bapak menelponku kembali, menyuruhku untuk segera keluar, aku pun meminta beliau untuk menunggu sebentar. Menunggu selesainya data yang aku copy itu, sambil lalu menunggu selesainya data yang ku copy, akupun berbincang-bincang dengan Mr. Sulhan, menanyakan prihal kehidupan dan keluarganya.

Setelah data yang ku copy selesai, akhirnya aku pun berpamitan pada anak-anak BBEC yang tersisa disana, begitupun dengan Holil. Kemudian aku berjalan secepat mungkin menerobos orang-orang yang memenuhi ruas jalan. Melewati jalan pintas yaitu berjalan dari timur pondok kecil melewati jembatan yang terhubung ke takhassus dan menyebrang lewat tepi sawah, kemudian sampailah di timur jembatan. Lalu menelpon bapak, seraya berkata bahwa aku menunggunya di timur jembatan. 

Kemudian baru menuju jalan pulang, namun dalam perjalanan menuju pulang kita masih berhenti di salah satu masjid di daerah Camplong, kemudian melaksanakan shalat dhuhur lagi disana. Aku pun juga mengulangi kembali, shalat dhuhurku yang kurasa belum sah itu, aku mengulanginya dengan shalat berjamaah. Serta sebagian dari kami ada juga yang membeli ikan, kebetulan di samping masjid itu ada banyak orang yang menjual ikan segar hasil tangkapan nelayan, suasana yang beda shalat di tempat ibadah atau masjid ini, memberikan kesan tersendiri di dalamnya. Setelah semuanya benar-benar selesai, aku pun kembali menuju jalan pulang yang sesungguhnya. Catatan perjalanan pada tanggal 25 Agustus 2013.  

 *Serial Catatan dari Pulau Sebrang
 

Perjalanan Menuju Gua Lebar Kota Sampang


Experiences is the best teacher, benar dikata jika pengalaman adalah guru terbaik, dan perlu kita ketahui bersama bahwa banyak cara untuk meraih pengalaman itu, salah satunya adalah dengan cara melakukan perjalanan ketempat wisata atau hiburan. Dengan pengalaman itu kita bisa memaparkan dengan sangat detail lokasi wisata itu pada keluarga atau sahabat kita yang ingin mengunjungi lokasi tersebut.

Karena tentu, kita tidak akan bisa menjadi guid yang baik kalau kita tidak terlebih dahulu menjajaki lokasi yang akan kita kunjungi, makanya dibutuhkan pengalaman dan kemampuan kamunikasi yang baik, agar para wisatanwan tertarik pada lokasi wisata yang akan kita promosikan pada orang lain.

Pokoknya perjalanan, kemana pun akan membawakan bekas dalam setiap benak pejalanannya, jadi rugi kiranya jika dalam sebuah perjalanan, hanya dibuat hura-hura belaka, tanpa harus mengamati dan mengingat kembali makna dibalik perjalanan tersebut, makanya jadikan perjalananmu lebih bermakna dan berarti.

Jejak di Masjid Jami’ Sampang
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih setengah jam dari kampung halamanku menuju kota Sampang. Akhirnya tibalah aku dikota Sampang. Aku pun keliling kota sebentar, kemudian mampir di kios buku di selatannya monumen, mencari koran hari Minggu kemaren, namun sayang korannya sudah habis. Lantas melanjutkan perjalanan menuju Perintis, ke Warnet baru kemudian makan bersama rekanku Adin di pasar lantai I, menikmati sajian Mie Ayam dan minum es degan pedagang kaki lima, merupakan kenikmatan yang luar biasa, dibawah panasnya terik matahari yang masuk menembus celah-celah pasar, tidak begitu lama kemudian suara adzan dhuhur pun berkumandang aku pun meneruskan perjalanan menuju masjid Jami’.

Memasuki tempat wudhu’ masjid Jami’ aku sudah merasakan kesejukannya dan ketentraman, kemudian melanjutkan shalat dhuhur bersama rekanku Adin di dalam masjid tersebut, suasana khusu’ yang sangat menyejukan sekali, shalat di masjid dambaan masyakarat Sampang itu, memang terasa beda ketimbang shalat di masjid-masjid lainnya.

Sesudah shalat dhuhur, aku berencana untuk mewawancarai takmir masjid, namun sayang aku tidak berjumpa dengan takmir masjid Jami’ itu,  aku hanya berjumpa dengan tukang pel masjid itu, niat wawancara pun aku urungkan, aku hanya memandangi bangunan masjid dari dalam, arsitektur yang luar biasa sekali, aku dapati di atap tengah masjid menggunakan kerangka dari elemen besi-besi, luar biasa sekali. Aku kembali duduk di beranda masjid sebelah selatan, sambil lalu berbincang-bincang dengan rekanku. Membicarakan tentang kesejukanan dan keindahan pemandangan di masjid itu. 

Aku sempat mengatakan pada Adin bahwa dulunya, aku tidak tahu bahwa kantor pos di kota ini dekat dengan masjid Jami’, yakni di sebelah selatan jalan masjid Jami’ kota Sampang, meski kenyataanya aku sering mampir di masjid ini namun aku tidak tahu menahu tentang kantor pos ini, aku baru tahu setelah mengirim naskah lomba LKTI kemarin, itu pun aku masih meminta bantuan tukang becak untuk mengantarkan ke kantor pos.

Jejak di Gua Lebar Sampang
Setelah larut dalam perbincangan akhirnya aku dan rekanku Adin membicarakan, langkah selanjutnya yakni antara pulang dan ke Gua Lebar, setelah aku putuskan, akhirnya kita berdua sepakat untuk mengunjungi tempat wisata kota Sampang itu, kurang lebih sekitar 500 meter dari masjid Jami’ kota Sampang tersebut. Dari gerbang masuk menuju Gua Lebar aku sudah melihat pemandangan yang beda, agak sedikit menanjak, dan jalannya pun tidak begitu lebar yakni melewati padatnya rumah penduduk kota Sampang.
 
Setibanya di Gua Lebar keadaan sunyi mencekam, tidak ku dapati satu hidung orang pun disana, aku membelokan sepeda motorku memasuki tempat parkir, kemudian melihat lobang yang berukuran raksasa itu, seperti jurang yang penuh dengan semak-semak belukar. Namun sayang aku tidak bisa masuk kesana karena pada saat itu memang lokasi itu sangat sepi sekali dan aku pun merasa takut untuk masuk dalam lobang yang ku kira awalnya jurang itu.  Aku baru tau dari sepupuku kemaren bahwa lubang yang ku pikir jurang itu adalah Gua yang ada bangunan patum Sakera di dalamnya.

Kemudian aku keliling ketempat lainnya, disana aku melihat tempat nongkrong yang bagus sekali, terlebih untuk sepasang kekasih yang ingin bermesraan dan bercumbu rayu, tapi ingat dulu, bahwa di bawahnya tempat nongkrong itu adalah jurang, terbukti disamping tempat nongkrong itu ada lubang yang ditutup dengan duri-duri, jadi hati-hati kalau mau bermaksiat disana taku tiba-tiba ambruk, naudzubillah. Kalau untuk yang sudah sah (nikah) monggo aku tidak bisa memberinya saran apalagi melarangnya.

Tidak hanya itu, disana juga ada kolam renangnya, aku juga sempatkan melihat satu hewan peliharaan yang berupa kijang disana, aku melihatnya dari luar. Dari tempat nongkron yang aku ceritakan barusan pada pragraf di atas. Masuk pada lokasi itu di kenakan karcis Rp. 5000, entahlah aku juga kurang paham, karena aku tidak sempat mewawancarai penjaga atau perawat Gua Lebar itu, aku hanya menyampaikan apa-apa yang aku baca, yang terpampang di loket sana.

Tapi, tidak hanya itu rupanya di sekitar gua lebar itu masih banyak bangunan yang belum rampung, mungkin itu merupakan sebagian bangunan dari tempat wisata Gua Lebar itu sendiri, pokoknya seru deh! Perjalanan menuju Gua Lebar kali ini. Kemudian aku pun melanjutkan perjalanan menuju pulang. Catatan perjalanan 20 agustus 2013.

 *Serial Catatan dari Pulau Sebrang

Perjalanan Menuju LPI Nurul Amal Sana Tengah Pasean Pamekasan



Berjalan berarti berhijrah dari satu tempat ke tempat yang lain, namun kadang kita lupa memaknai hakikat dari perjalanan itu sendiri, berjalan bukan hanya sekedar melepas kejenuhan semata, tapi banyak keajaiban yang terkandung di dalamnya, terlebih akan terbentuknya sebuah hubungan kasih sayang sesama saudara baik: saudara se-agama, se-bangsa dan se-negara yang kokoh dan kuat, atau kita kenal dengan sebutan ukhuwah islamiyah.

Namun perlu kita garis bawahi, bahwa ada perbedaan antara silaturrahmi dan ukhwah islamiyah. Secara etimologi silaturrahmi, tersusun dari dua bahasa Arab "silatun" berarti menyambung dan "al-rahim" berarti kasih sayang.  Jadi Silaturrahmi (atau bisa dibaca silaturrahim) adalah mempererat tali persaudaraan. Begitu pun dengan ukhuwwah, secara etimologi berasal dari bahasa Arab "akhun". Artinya saudara. Ukhuwwah memiliki arti menjalin persaudaraan. Lantas, Apa perbedaan silaturrahim dan ukhuwwah?. Sebagaimana yang dijelaskan KH. Hasyim Asy'ari dalam kitabnya al-Tibyan (1998:15)—adalah kalau silaturrahmi terdapat hubungan kekeluargaan (muhrim: satu nasab) sedangkan ukhuwwah hanya sebatas teman tanpa nasab.

Maka, dari uraian di atas jelas, bahwa islam itu sangat menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan, persahabatan, keakraban sampai pada kekeluargaan itu sendiri. Tampa harus membeda-bedakan dan memarginalkan hak prioritas di anatara keduanya, karena jika hal itu bisa di implementasikan di kalangan umat islam khususnya dan rakyat indonesia umumnya, maka akan terciptalah sebuah bangunan persatuan dan kesatuan (united state) umat berbangsa dan bernegara yang kokoh tak tertandingi, sehingga kemudian terbebas dari ancaman yang kadang menyeret pada perpecahan.

Jejak di Masjid Waru Pamekasan
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam perjalanan, dengan mengendarai sepeda motor Jupiter Z sampailah di Masjid Waru Pamekasan, perjalanan yang sangat melelahkan sekali, suasana yang tidak pernah berubah dari beberapa tahun sebelumnya, semenjak aku masih duduk di bangku SMP sampai sekarang menempuh pendidikan di salah satu penguruan tinggi, yaitu jalan dari Jelgung Robatal Menuju Pasar Krampenang, tidak bisa aku uraikan dengan sangat detail dalam serial catatan kali ini, saking bergelombangnya, ditambah lagi dengan Jembatan yang roboh yang belum mendapat perhatian dari pemerintah Kab. Sampang, dan penulis mengakui dari sektor pembangunan Sampang memang sangat lemot alias lambat sekali, meski realitasnya Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS) akhir-akhir ini, sudah menetapkan Sampang dalam petanya sebagai kota Industri.

Di masjid itu, aku melepas lelah sebentar dengan rekanku Adin, sambil lalu berbaring diberanda masjid, tidak lama kemudian aku melihat ustadz Wakil, dan aku pun spontan menghampirinya, mengajak duduk diberanda masjid kemudian, bercakap-cakap dengannya.

Beberapa menit kemudian, adzan ashar pun berkumandang aku pun mengajak rekanku dan ustadz Wakil untuk melaksanakan ibadah shalat ashar, seraya menganbil wudhu’ terlebih dahulu baru kemudian melaksanakan shalat ashar secara berjamaah, suasana yang sangat takjub sekali, ruapaya masjid ini sangat mendapat perhatian sekali baik dari takmir atau pun dari masyarakat sekitar masjid.

Setelah melaksanakan shalat ashar aku pun kembali bercakap-cakap dengan ustad Wakil, seraya dia meminta nomer Hp-ku dan mengajakku untuk mampir kerumahnya, kalau nanti sudah berada di Nurul Amal, aku pun tidak menyanggupi tawarannya hanya insyaallah yang sempat keluar dan terucap dari bibirku, karena melihat waktu yang kubawa hanya berkisar sebentar, sementara yang harus ku kunjungi tidak begitu banyak hanya beberapa rumah saja.

Jejak di LPI Nurul Amal Sana Tengah
Sepanjang perjalanan menuju LPI Nurul Amal Sana Tengah banyak ku dapati perubahan, ketimbang satu tahun sebelumnya, seperti tanjakan yang tidak lagi penuh dengan batu dan debu, serta gerbang selamat datang dan anda memasuki kawasan dan lain sebagainya, sebuah pemandangan baru yang patut mendapat acungan jempol.

Setelah tiba, di LPI Nurul Amal Sana Tengah, aku mendapati pemandangan yang sangat mencolok, yakni warna gedung madrasah yang berubah, begitu indah dan menarik dipandangi. Namun, sayang waktu pertama aku tiba disana, beliau pengasuh K. Ach. Dhafir dan K. Hairur Rasyid lagi keluar tidak ada di dhalem-nya.

Aku pun menghampiri D. Jawahir yang sedang duduk santai diberanda masjid, bersama Kholil, Khomai dan Su’udi tidak lama kemudian datanglah Fauzi, suasana yang sangat asyik dan enjoy sekali disaat sore hari, benar kata rekanku Adin, bahwa disana (Nurul Amal) paling ia suka adalah waktu sore hari, dengan cahaya matahari yang masuk menerobos lewat pepohonan dan semak belukar, dibarengi dengan percakapan, canda dan tawa sebagai bumbu penyedapnya.

Tidak lama kemudian, nyai Mia keluar dari dhalem mengahaturiku untuk alengki (masuk) ke dhalem, aku pun segera meluncur turun dari masjid bersama D. Jawahir dan Khomai, rupanya ada sedikit perubahan di dhalem bawah, yaitu di dindingnya terpangpang foto keluarga besar KH. Bahaudin sang sesepuh atau pelopor LPI Nurul Amal.

Kemudian, aku kepondok gedek dimana dulu aku mendekam disana selama satu tahun penuh, untuk menjalankan amanah dan tugas dari Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, suasana yang sedikit berubah selain bangunannya bertambah pohon kersen (Ceri) yang kutanam dulu disebelah utara pondok kini menjadi besar serta di penuhi dengan bunga-bunga, yang di tanam oleh guru tugas sesudahku.

Sesudah berbincang-bincang dengan Hamdi di dalam kamar (pondok), aku putuskan untuk segera mengunjungi rumahnya Hamdi, untuk menikmati degan miliknya, maklum sudah satu tahun lamanya tidak alembur (panen) degan, kerinduan yang sangat mendalam untuk menikmati kelezatan degan yang di cambur dengan susu.

Setelah matahari mulai tenggelam, di ufuk barat aku mengajak tuan rumah Hamdi, untuk mengambil wudhu’ di sungai, baru kemudian melaksanakan shalat magrib berjama’ah di rumah Hamdi bersama keluarga dan tetangga di dekat rumahnya, suasana yang penuh dengan kekeluargaan dan kasih sayang sesama umat islam.

Merasa puas serta cukup melepas rindu di rumah itu, aku melanjutkan menuju rumahnya Kholil, disana aku berjumpa dengan pak Toya, Rifki keponakan laki-laki Kholil dan Wiwik yang juga siswa PAUD dulu waktu masa tugasku di LPI Nurul Amal. Keakrabanku dengan Kholil dan Hamdi serta keluarga besarnya terjalin sejak dulu waktu aku dalam masa tugas sampai sekarang pun keakraban itu masih terjalin dengan baik, aku sangat bersyukur sekali.

Setelah bercakap-cakap dengan keluarga besar Kholil, serta orang baru yang tidak pernah ku kenal sebelumnya yaitu bapaknya Wiwik yang katanya baru datang dari Malaysia, aku pun segera kembali ke pondok namun setelah lewat di depan dhalem, langkahku terhenti disana, setelah aku melihat Ze’i, D. Jawahir dan Lora Roby aku pun kembali dalam percakapan.

Tidak lama kemudian, K. Hair keluar dari dhalem dan aku pun tenggelam dalam perbincangan yang begitu dalam dengan beliau yakni perihal perkembangan LPI Nurul Amal, serta sentilanku yang sering diingat oleh Lora Roby ketika berkencing di depan dhalem “awas, pelanggaran” aku pun tersenyum renyah mengingat kebiasaan itu. Karena setelah ku ucapkan kalimat itu, biasanya Lora Roby lari atau bersegera masuk ke dhalem.

Merasa lelah dan ngantuk aku, pamitan pada beliau untuk beristrirahat ke pondok sambil lalu menunggu kedatang kyai Dhafir, beberapa menit kemudian K. Dhafir pun rawuh (datang) dan aku pun segera sungkem sama beliau seraya mempersilahkanku masuk ke dhalem aku pun alengki (masuk) ke dhalem sampai akhirnya aku mengakhiri perbincangan sama beliau.

Baru kemudian aku melaksanakan shalat berjamaah sama Kholil di masjid, suasana yang sangat menarik sekali shalat isya’ di masjid itu karena mengingatkanku pada masa lalu yang begitu mendalam, bersama masjid. Setelah shalat isya’ aku berbincang-bincang dengan Bi’ Sama diberanda pondok, bertanya-tanya tentang perkembangan kampung Cekonceh, disana juga ada Ilzah seorang murid yang paling rajin menghafalkan kosa kata ketika mengikuti kursusan bahasa Inggris dulu. 

Pagi harinya, aku berkunjung kerumahnya Ust. Rahwini, tidak begitu lama aku disana karena beliau mau keluar untuk mengantarkan balik pondok putranya Su’udi, aku pun berpamitan untuk keluar juga lantas kembali lagi ke pondok. Beberapa menit kemudian, dua mantan anak didikku sebut Yudi dan Arif datang menemuiku, ku lihat tidak ada perubahan dari kedua fisik anak tersebut meski kelasnya sudah lebih tinggi dari dulu ketika aku ditugas.

Berselang beberapa menit kemudian, semakin banyak yang berdatangan diantaranya adalah Riz mbaknya Arif, Ika, Devi, Ilma, Fit, Fatim dan Dini, dari segi fisik memang banyak perubahan, yah begitulah pertumbuhan anak perempuan memang condong lebih cepat berkembang dari pada laki-laki, meski tidak semua anak perempuan cepat dalam perkembangan fisiknya namun, pasti ada sebagain yang sepert itu.

Setelah merasa cukup melepas rindu dengan mantan anak didik di LPI Nurul Amal, kemudian satu persatu dari mereka, pergi bergantian. Tapi, tidak lama kemudian suara gaduh, riuh dan tangisan memenuhi jalan raya. Setelah aku menghampirinya rupanya terjadi kecelakaan kecil-kecilan, hehe. Arif terjatuh dari sepeda ketika boncengan dengan Yudi, tidak jauh beda cengengnya dengan dulu sifat Arif waktu itu. Yudi pun jadi pucat, sambil lalu mengambilkan air dari dapur dhalem dan memberikannya kepada Arif ketika aku sudah membopongnya dari jalan raya ke depan pondok.

Suasana yang lucu sekali ketika Arif yang menangis tersedu-sedu lantas tertawa ketika mendengar guyonan dari Yudi, tidak pedulikan rasa sakit akibat luka jatuh di salah satu jari-jari kakinya. Setelah tangisan mulai reda Yudi pun membawa Arif pulang. Aku pun mulai bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan menuju pulang, sambil lalu berpamitan kepada Bi’ Ama. Bi’ Ama adalah seorang abdi dhalem Kyai Dhafir yang sudah dianggap keluarga dhalam sendiri, yang dengan rela dan senang hati merawat semua guru tugas (GT) yang di tugas disana, baik guru tugas dari Pon. Pes. Mambaul Ulum Bata-Bata atau dari Pon. Pes. Darul Ulum Banyuanyar dengan penuh khidmat dan sabar.

Tidak ada yang beda dari perjalanan menuju pulang kali ini, cuman aku lewat jalan lintas Kabupaten yang dekat dengan lautan di utara pulau Madura, sedangkan waktu berangkat aku lewat jalan pintas. Yang membuatku prihatin adalah pelebaran jalan yang tidak selesai-selesai. Ironisnya lagi bukan tidak selesai di kerjakan tapi tidak selesai-selesai dibiarkan begitu saja. Beberapa kilo meter kemudian, aku pun melihat orang-orang yang berkendaraan roda dua banyak yang berhenti, aku pun berhenti kemudian bertanya pada salah satu dari mereka, apa yang terjadi gerangan. Mereka memjawab bahwa di tikungan depan sana ada operasian (Polisi), dan mereka memberikan saran padaku untuk melanjutkan perjalanan menuju pulan dengan penuh keyakinan tanpa tegang apalagi gemetar.

Aku pun mengikuti saran mereka, setelah akan sampai pada tikungan itu, tiba-tiba keyakinanku memudar, untungnya pas keyakinanku memudar akan lolos dari cegatan polisi itu aku dapati jalan kecil yang masuk pada semak-semak dan alhamdulillah aku pun bisa melewati polisi-polisi itu tanpa harus melewati tikungan yang membuat orang yang belum resmi alias tidak punya surat idzin mengemudi (SIM) gerogi. Setelah sampai pada Kec. Roabtal di utara pasar Jelgung lagi-lagi ban sepedaku bocor, apes gumamku!. Kejiadian ini sering menimpaku ketika bepergian dengan rekanku yang satu ini sebut saja Adin, namun untungnya beberapa meter kemudian aku dapati tambal ban.

Setelah mendapati tambal ban aku meminjam sepeda tukang tambal ban untuk menjemput rekanku yang ku tinggal sendirian di jalan ketika ku ketahui ban sepeda motorku itu bocor, setelah itu baru aku membawanya ke tempat tambal ban juga. Setelah semuanya beres aku pun melanjutkan perjalanan yang sesungguhnya. Menuju rumah di sebrang sana. Catatan perjalanan tanggal 17 Agustus sampai dengan  18 Agustus 2013.

*Serial Catatan dari Pulau Sebrang