Welcome to farukfazhay.blogspot.com, blog ini diasuh oleh Umar Faruk Fazhay asal Jl. Raya Sawah Tengah Robatal Sampang Madura Jawa Timur Perjalanan Menuju LPI Nurul Amal Sana Tengah Pasean Pamekasan ~ MENYELAMI MIMPI

Rabu, 28 Agustus 2013

Perjalanan Menuju LPI Nurul Amal Sana Tengah Pasean Pamekasan



Berjalan berarti berhijrah dari satu tempat ke tempat yang lain, namun kadang kita lupa memaknai hakikat dari perjalanan itu sendiri, berjalan bukan hanya sekedar melepas kejenuhan semata, tapi banyak keajaiban yang terkandung di dalamnya, terlebih akan terbentuknya sebuah hubungan kasih sayang sesama saudara baik: saudara se-agama, se-bangsa dan se-negara yang kokoh dan kuat, atau kita kenal dengan sebutan ukhuwah islamiyah.

Namun perlu kita garis bawahi, bahwa ada perbedaan antara silaturrahmi dan ukhwah islamiyah. Secara etimologi silaturrahmi, tersusun dari dua bahasa Arab "silatun" berarti menyambung dan "al-rahim" berarti kasih sayang.  Jadi Silaturrahmi (atau bisa dibaca silaturrahim) adalah mempererat tali persaudaraan. Begitu pun dengan ukhuwwah, secara etimologi berasal dari bahasa Arab "akhun". Artinya saudara. Ukhuwwah memiliki arti menjalin persaudaraan. Lantas, Apa perbedaan silaturrahim dan ukhuwwah?. Sebagaimana yang dijelaskan KH. Hasyim Asy'ari dalam kitabnya al-Tibyan (1998:15)—adalah kalau silaturrahmi terdapat hubungan kekeluargaan (muhrim: satu nasab) sedangkan ukhuwwah hanya sebatas teman tanpa nasab.

Maka, dari uraian di atas jelas, bahwa islam itu sangat menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan, persahabatan, keakraban sampai pada kekeluargaan itu sendiri. Tampa harus membeda-bedakan dan memarginalkan hak prioritas di anatara keduanya, karena jika hal itu bisa di implementasikan di kalangan umat islam khususnya dan rakyat indonesia umumnya, maka akan terciptalah sebuah bangunan persatuan dan kesatuan (united state) umat berbangsa dan bernegara yang kokoh tak tertandingi, sehingga kemudian terbebas dari ancaman yang kadang menyeret pada perpecahan.

Jejak di Masjid Waru Pamekasan
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam perjalanan, dengan mengendarai sepeda motor Jupiter Z sampailah di Masjid Waru Pamekasan, perjalanan yang sangat melelahkan sekali, suasana yang tidak pernah berubah dari beberapa tahun sebelumnya, semenjak aku masih duduk di bangku SMP sampai sekarang menempuh pendidikan di salah satu penguruan tinggi, yaitu jalan dari Jelgung Robatal Menuju Pasar Krampenang, tidak bisa aku uraikan dengan sangat detail dalam serial catatan kali ini, saking bergelombangnya, ditambah lagi dengan Jembatan yang roboh yang belum mendapat perhatian dari pemerintah Kab. Sampang, dan penulis mengakui dari sektor pembangunan Sampang memang sangat lemot alias lambat sekali, meski realitasnya Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS) akhir-akhir ini, sudah menetapkan Sampang dalam petanya sebagai kota Industri.

Di masjid itu, aku melepas lelah sebentar dengan rekanku Adin, sambil lalu berbaring diberanda masjid, tidak lama kemudian aku melihat ustadz Wakil, dan aku pun spontan menghampirinya, mengajak duduk diberanda masjid kemudian, bercakap-cakap dengannya.

Beberapa menit kemudian, adzan ashar pun berkumandang aku pun mengajak rekanku dan ustadz Wakil untuk melaksanakan ibadah shalat ashar, seraya menganbil wudhu’ terlebih dahulu baru kemudian melaksanakan shalat ashar secara berjamaah, suasana yang sangat takjub sekali, ruapaya masjid ini sangat mendapat perhatian sekali baik dari takmir atau pun dari masyarakat sekitar masjid.

Setelah melaksanakan shalat ashar aku pun kembali bercakap-cakap dengan ustad Wakil, seraya dia meminta nomer Hp-ku dan mengajakku untuk mampir kerumahnya, kalau nanti sudah berada di Nurul Amal, aku pun tidak menyanggupi tawarannya hanya insyaallah yang sempat keluar dan terucap dari bibirku, karena melihat waktu yang kubawa hanya berkisar sebentar, sementara yang harus ku kunjungi tidak begitu banyak hanya beberapa rumah saja.

Jejak di LPI Nurul Amal Sana Tengah
Sepanjang perjalanan menuju LPI Nurul Amal Sana Tengah banyak ku dapati perubahan, ketimbang satu tahun sebelumnya, seperti tanjakan yang tidak lagi penuh dengan batu dan debu, serta gerbang selamat datang dan anda memasuki kawasan dan lain sebagainya, sebuah pemandangan baru yang patut mendapat acungan jempol.

Setelah tiba, di LPI Nurul Amal Sana Tengah, aku mendapati pemandangan yang sangat mencolok, yakni warna gedung madrasah yang berubah, begitu indah dan menarik dipandangi. Namun, sayang waktu pertama aku tiba disana, beliau pengasuh K. Ach. Dhafir dan K. Hairur Rasyid lagi keluar tidak ada di dhalem-nya.

Aku pun menghampiri D. Jawahir yang sedang duduk santai diberanda masjid, bersama Kholil, Khomai dan Su’udi tidak lama kemudian datanglah Fauzi, suasana yang sangat asyik dan enjoy sekali disaat sore hari, benar kata rekanku Adin, bahwa disana (Nurul Amal) paling ia suka adalah waktu sore hari, dengan cahaya matahari yang masuk menerobos lewat pepohonan dan semak belukar, dibarengi dengan percakapan, canda dan tawa sebagai bumbu penyedapnya.

Tidak lama kemudian, nyai Mia keluar dari dhalem mengahaturiku untuk alengki (masuk) ke dhalem, aku pun segera meluncur turun dari masjid bersama D. Jawahir dan Khomai, rupanya ada sedikit perubahan di dhalem bawah, yaitu di dindingnya terpangpang foto keluarga besar KH. Bahaudin sang sesepuh atau pelopor LPI Nurul Amal.

Kemudian, aku kepondok gedek dimana dulu aku mendekam disana selama satu tahun penuh, untuk menjalankan amanah dan tugas dari Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, suasana yang sedikit berubah selain bangunannya bertambah pohon kersen (Ceri) yang kutanam dulu disebelah utara pondok kini menjadi besar serta di penuhi dengan bunga-bunga, yang di tanam oleh guru tugas sesudahku.

Sesudah berbincang-bincang dengan Hamdi di dalam kamar (pondok), aku putuskan untuk segera mengunjungi rumahnya Hamdi, untuk menikmati degan miliknya, maklum sudah satu tahun lamanya tidak alembur (panen) degan, kerinduan yang sangat mendalam untuk menikmati kelezatan degan yang di cambur dengan susu.

Setelah matahari mulai tenggelam, di ufuk barat aku mengajak tuan rumah Hamdi, untuk mengambil wudhu’ di sungai, baru kemudian melaksanakan shalat magrib berjama’ah di rumah Hamdi bersama keluarga dan tetangga di dekat rumahnya, suasana yang penuh dengan kekeluargaan dan kasih sayang sesama umat islam.

Merasa puas serta cukup melepas rindu di rumah itu, aku melanjutkan menuju rumahnya Kholil, disana aku berjumpa dengan pak Toya, Rifki keponakan laki-laki Kholil dan Wiwik yang juga siswa PAUD dulu waktu masa tugasku di LPI Nurul Amal. Keakrabanku dengan Kholil dan Hamdi serta keluarga besarnya terjalin sejak dulu waktu aku dalam masa tugas sampai sekarang pun keakraban itu masih terjalin dengan baik, aku sangat bersyukur sekali.

Setelah bercakap-cakap dengan keluarga besar Kholil, serta orang baru yang tidak pernah ku kenal sebelumnya yaitu bapaknya Wiwik yang katanya baru datang dari Malaysia, aku pun segera kembali ke pondok namun setelah lewat di depan dhalem, langkahku terhenti disana, setelah aku melihat Ze’i, D. Jawahir dan Lora Roby aku pun kembali dalam percakapan.

Tidak lama kemudian, K. Hair keluar dari dhalem dan aku pun tenggelam dalam perbincangan yang begitu dalam dengan beliau yakni perihal perkembangan LPI Nurul Amal, serta sentilanku yang sering diingat oleh Lora Roby ketika berkencing di depan dhalem “awas, pelanggaran” aku pun tersenyum renyah mengingat kebiasaan itu. Karena setelah ku ucapkan kalimat itu, biasanya Lora Roby lari atau bersegera masuk ke dhalem.

Merasa lelah dan ngantuk aku, pamitan pada beliau untuk beristrirahat ke pondok sambil lalu menunggu kedatang kyai Dhafir, beberapa menit kemudian K. Dhafir pun rawuh (datang) dan aku pun segera sungkem sama beliau seraya mempersilahkanku masuk ke dhalem aku pun alengki (masuk) ke dhalem sampai akhirnya aku mengakhiri perbincangan sama beliau.

Baru kemudian aku melaksanakan shalat berjamaah sama Kholil di masjid, suasana yang sangat menarik sekali shalat isya’ di masjid itu karena mengingatkanku pada masa lalu yang begitu mendalam, bersama masjid. Setelah shalat isya’ aku berbincang-bincang dengan Bi’ Sama diberanda pondok, bertanya-tanya tentang perkembangan kampung Cekonceh, disana juga ada Ilzah seorang murid yang paling rajin menghafalkan kosa kata ketika mengikuti kursusan bahasa Inggris dulu. 

Pagi harinya, aku berkunjung kerumahnya Ust. Rahwini, tidak begitu lama aku disana karena beliau mau keluar untuk mengantarkan balik pondok putranya Su’udi, aku pun berpamitan untuk keluar juga lantas kembali lagi ke pondok. Beberapa menit kemudian, dua mantan anak didikku sebut Yudi dan Arif datang menemuiku, ku lihat tidak ada perubahan dari kedua fisik anak tersebut meski kelasnya sudah lebih tinggi dari dulu ketika aku ditugas.

Berselang beberapa menit kemudian, semakin banyak yang berdatangan diantaranya adalah Riz mbaknya Arif, Ika, Devi, Ilma, Fit, Fatim dan Dini, dari segi fisik memang banyak perubahan, yah begitulah pertumbuhan anak perempuan memang condong lebih cepat berkembang dari pada laki-laki, meski tidak semua anak perempuan cepat dalam perkembangan fisiknya namun, pasti ada sebagain yang sepert itu.

Setelah merasa cukup melepas rindu dengan mantan anak didik di LPI Nurul Amal, kemudian satu persatu dari mereka, pergi bergantian. Tapi, tidak lama kemudian suara gaduh, riuh dan tangisan memenuhi jalan raya. Setelah aku menghampirinya rupanya terjadi kecelakaan kecil-kecilan, hehe. Arif terjatuh dari sepeda ketika boncengan dengan Yudi, tidak jauh beda cengengnya dengan dulu sifat Arif waktu itu. Yudi pun jadi pucat, sambil lalu mengambilkan air dari dapur dhalem dan memberikannya kepada Arif ketika aku sudah membopongnya dari jalan raya ke depan pondok.

Suasana yang lucu sekali ketika Arif yang menangis tersedu-sedu lantas tertawa ketika mendengar guyonan dari Yudi, tidak pedulikan rasa sakit akibat luka jatuh di salah satu jari-jari kakinya. Setelah tangisan mulai reda Yudi pun membawa Arif pulang. Aku pun mulai bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan menuju pulang, sambil lalu berpamitan kepada Bi’ Ama. Bi’ Ama adalah seorang abdi dhalem Kyai Dhafir yang sudah dianggap keluarga dhalam sendiri, yang dengan rela dan senang hati merawat semua guru tugas (GT) yang di tugas disana, baik guru tugas dari Pon. Pes. Mambaul Ulum Bata-Bata atau dari Pon. Pes. Darul Ulum Banyuanyar dengan penuh khidmat dan sabar.

Tidak ada yang beda dari perjalanan menuju pulang kali ini, cuman aku lewat jalan lintas Kabupaten yang dekat dengan lautan di utara pulau Madura, sedangkan waktu berangkat aku lewat jalan pintas. Yang membuatku prihatin adalah pelebaran jalan yang tidak selesai-selesai. Ironisnya lagi bukan tidak selesai di kerjakan tapi tidak selesai-selesai dibiarkan begitu saja. Beberapa kilo meter kemudian, aku pun melihat orang-orang yang berkendaraan roda dua banyak yang berhenti, aku pun berhenti kemudian bertanya pada salah satu dari mereka, apa yang terjadi gerangan. Mereka memjawab bahwa di tikungan depan sana ada operasian (Polisi), dan mereka memberikan saran padaku untuk melanjutkan perjalanan menuju pulan dengan penuh keyakinan tanpa tegang apalagi gemetar.

Aku pun mengikuti saran mereka, setelah akan sampai pada tikungan itu, tiba-tiba keyakinanku memudar, untungnya pas keyakinanku memudar akan lolos dari cegatan polisi itu aku dapati jalan kecil yang masuk pada semak-semak dan alhamdulillah aku pun bisa melewati polisi-polisi itu tanpa harus melewati tikungan yang membuat orang yang belum resmi alias tidak punya surat idzin mengemudi (SIM) gerogi. Setelah sampai pada Kec. Roabtal di utara pasar Jelgung lagi-lagi ban sepedaku bocor, apes gumamku!. Kejiadian ini sering menimpaku ketika bepergian dengan rekanku yang satu ini sebut saja Adin, namun untungnya beberapa meter kemudian aku dapati tambal ban.

Setelah mendapati tambal ban aku meminjam sepeda tukang tambal ban untuk menjemput rekanku yang ku tinggal sendirian di jalan ketika ku ketahui ban sepeda motorku itu bocor, setelah itu baru aku membawanya ke tempat tambal ban juga. Setelah semuanya beres aku pun melanjutkan perjalanan yang sesungguhnya. Menuju rumah di sebrang sana. Catatan perjalanan tanggal 17 Agustus sampai dengan  18 Agustus 2013.

*Serial Catatan dari Pulau Sebrang

  

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar