Welcome to farukfazhay.blogspot.com, blog ini diasuh oleh Umar Faruk Fazhay asal Jl. Raya Sawah Tengah Robatal Sampang Madura Jawa Timur Media Cetak Terancam Gulung Tikar ~ MENYELAMI MIMPI

Rabu, 15 Mei 2013

Media Cetak Terancam Gulung Tikar


                                                                Oleh: Umar Faruk Fazhay

Dahlan Iskan mensinyalir era bisnis media cetak hampir selesai di Indonesia. terang pemilik group bisnis Jawa Pos ini pada suatu acara diskusi buku berjudul Dapur Media di kantor Aliansi Jurnalis Independen di Jakarta, Selasa (9/4). Dalam diskusi itu DI juga menuturkan bahwa “nanti dalam satu kota hanya ada satu, dua dan tiga media cetak saja.” Hal ini merupakan prediksi Dahlan Iskan tentang nasib media cetak di Indonesia ke depan yang terancam gulung tikar.

Namun setelah penulis baca di beberapa surat kabar elektronik, pernyataan DI itu bukanlah sekedar sebuah prediksi belaka tapi hal tersebut merupakan nyata, hanya saja beda kontek dan skop DI hanya menyebutkan dalam lingkup Indonesia. Sedangkan ketika ditarik pada lingkup dunia memang benar adanya. Contoh di negeri Paman Sam alias Amerika, di sana banyak  sekali media cetak besar yang gulung tikar. Padahal ketika di tilik dari usia berdirinya bisa dikatakan cukup tua begitupun dengan oplah per harinya sangat bagus sekali.

Media tersebut antara lain adalah Seattle Post-Intelligencer, The Christian Science Monitor (CSM), Cincinnati Post dan Times Picayune. Semua itu merupakan media cetak asal Amerika yang sudah berumur tua. Namun yang paling tua diantara keempat media cetak itu adalah Times Picayune. Media ini berdiri pada tahun 1837 di New Orleans. Awalnya, Times Picayune menyapa pembacanya setiap hari dalam edisi cetaknya. Namun semuanya berubah ketika era internet membuat sirkulasi mereka kian menurun.

Salah satu faktor penyebab kolapnya media-media cetak besar di atas tidak lain adalah karena semakin maraknya media online, dan juga cepatnya media informasi dan komunikasi yang mana ditopang oleh hadirnya teknologi informasi dan internet. Dengan hadirnya internet aktivitas manusia dalam memburu informasi banyak yang beralih pada informasi yang sifatnya lebih instan dan mudah, sehingga mereka lebih leluasa mengakses informasi kapanpun dan dimana berada. Apalagi didukung oleh berbagai macam bentuk gadget dari yang paling mahal sampai pada yang paling murah. Sehingga siapapun bisa memilikinya.

Teknologi benar-benar menjadi primadona bagi peradaban manusia modern pada Abad XXI ini. Ciri khas teknologi adalah aplikatif, sederhana dan memudahkan cara hidup manusia. Teknologi yang semakin mempersulit kehidupan manusia berarti bukan masuk kategori teknologi. Teknologi internet (digital) menjadi salah satu ikon terbesar dari produk teknologi di zaman modern ini. Ekspansi besar-besaran industri media konvensional menuju media berbasis internet (online) sudah marak terjadi sejak awal tahun 2000 lalu, dan puncaknya nanti diprediksikan pada tahun 2022 mendatang atau 10 tahun lagi dari sekarang (baca: Mei 2013).

Sejak era reformasi 1998 lalu, pertumbuhan media massa berbasis online yang lebih real time, berjalan amat pesat. Dan kini menjadi jawara industri media massa. Wajarlah, sejak awal tahun 2000-an semakin banyak surat kabar yang memiliki juga media online. Maksudnya, di samping memiliki surat kabar, mereka juga memilikinya dalam bentuk media online. Kelemahan media cetak, yang mudah terkendala oleh luasnya persebaran, juga membutuhkan biaya produksi dan distribusi yang tinggi (mahal), hanya dapat diatasi melalui pengadaan media online yang lebih fleksibel, murah, mudah dan cepat. Bahkan seluruh produk media massa dalam bentuk media online dapat dinikmati oleh seluruh penduduk dunia dalam waktu sekejab, di luar angkasapun sepanjang masih terjangkau oleh teknologi internet, setiap manusia bisa mengakses media online.

Namun meskipun demikian, peluang untuk media cetak tidak berarti sudah tertutup menurut pengamat media Sven Gabor Janszky. Media cetak di masa depan akan menjadi barang istimewa. ”Informasi yang dicetak akan masuk pasar kelas atas. Di sini informasi akan ditempatkan dalam konteksnya. Di sini ada opini dan analisa.” Tapi media cetak akan berubah. Tidak sebagai informasi yang dicetak setiap hari, melainkan sebagai majalah yang dicetak dengan kertas mahal untuk konsumen kelas atas. Mungkin berupa majalah mingguan atau bulanan. Media cetak akan berisi latar belakang dan analisa sehingga mampu melengkapi berita harian dan informasi interaktif yang muncul di internet. Di Jerman, mingguan ”Die Zeit” sudah melakukan ini. Penjualan "Die Zeit“ dari minggu ke minggu makin bertambah dan mencapai angka rekor.

Di Tanah Air sendiri, raja-raja media massa terus bermunculan. Nama besar seperti Dahlan Iskan, Surya Paloh, Chairul Tanjung, Hary Tanoesudibjo, Anindya Bakrie, merupakan penguasa media massa besar di Indonesia. Hary Tanoesudibjo adalah bos perusahaan media yang tergabung dalam bendera MNC, membawahi RCTI, Global TV, MNCTV, Okezone.com serta jaringan televisi berbayar Indovision. Sedangkan Dahlan Iskan adalah Menteri BUMN, yang notabene-nya bos besar Jawa Pos Group, yang menaungi ratusan surat kabar dan televisi di Tanah Air.

Sementara Surya Paloh memiliki Media Indonesia dan Metro TV. Chairul Tanjung sendiri merupakan juragan PARA Group yang merupakan induk dari TRANS Corpora yang memiliki Trans TV, Trans 7 dan juga Detik.com. Sedangkan Anindya Bakrie (anak sulung Aburizal Bakrie), sebagai pemilik Bakrie Grup yang menaungi ANTV, TV One, dan vivanews.com. Di samping lima raja pengusaha media di atas, tentu masih banyak pengusaha media massa lain yang turut meramaikan kompetisi industri media massa di Nusantara, seperti Jacob Oetama (Kompas Gramedia Group), Sukamdani Sahid Gitosardjo (Bisnis Indonesia Group), Budi Santoso (Suara Merdeka Group), dll.

Dari sekian banyaknya raja Bisnis media di Indonesia di atas, patut kiranya kita  memberikan apresiasi pada mereka semua. Sehingga ketika suatu saat nanti sampai pada masa yang diprediksikan oleh DI di atas para raja Bisnis media tersebut. Tidak putus asa dalam mengembangkan media informasinya. Selalu aktif, kreatif dan inovatif. Toh meskipun pada  ujung-ujungnya beralih terbit secara Online juga. Namun harapan besar penulis semoga tetap terbit juga dalam bentuk cetaknya.

Karena hal itu merupakan kebutuhan yang sangat urgen sekali terlebih bagi mereka yang mukim di pesantren, sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa di pesantren tidak semua santri bisa dengan leluasa mengakses informasi lewat internet. Sehingga kemudian pihak pesantren memberikan alternatif yang lain (koran edisi cetak) sebagai media utama dalam mengupgrade informasi para santrinya prihal kejadian-kejadian yang terjadi di luar pesantren. Dan juga hal tersebut merupakan upaya pesantren untuk memfilter dampak negatif yang kerap kali dilatar belakangi oleh penyalahgunaan internet.

Oleh sebab itu, perlu kiranya kita tela’ah kembali Sebab kolapnya media-media besar di luar negri tersebut. Karena menurut hasil analisis penulis, paling utama dari banyaknya media cetak yang tutup usia, bukan semata-mata trend masyarakat, tetapi karena media cetak tidak menawarkan ruang yang lebih nyaman bagi industrialisasi. Selain mahal juga terbatas.

Sementara pada saat yang sama internet menawarkan apa yang tidak dimiliki media cetak. Akhirnya, media cetak sepi peminat, baik dari pengiklan, lebih-lebih dari pembaca. Inilah penyebab utama dari kolapsnya media cetak raksasa di beberapa negara maju. Sepinya iklan di sebuah media adalah perkara yang mematikan. Sebab media bisa eksis karena banyak iklan yang masuk. Jika iklan tidak ada, atau ada tetapi tidak mencukupi kebutuhan operasional media, bisa dipastikan akan terjadi kendala keuangan serius di sebuah perusahaan media.

Inilah satu-satunya alasan rasional yang dianggap paling tepat untuk diikuti oleh mayoritas pelaku bisnis dan masyarakat dunia secara umum. Jadi, tidak ada lagi yang namanya idealisme. Sejauh tidak memberi keuntungan, untuk apa dipertahankan, begitu kira-kira logikanya. Apalagi, media diciptakan memang untuk kepentingan uang belaka, maka jelas tidak ada alasan lagi untuk bertahan. Maka dari itu perlu kiranya pihak media cetak mengevaluasi kembali kelemahan-kelemahan dari berbagai sektor yang ada, karena penulis yakin dengan hakkul yakin jika kelemahan yang ada ditubuh media cetak itu bisa diatasi, media cetak akan terbebas dari jerat dan ancaman kolap atau gulung tikar tersebut. Media cetak akan tetap eksis dan berkembangan mengikuti zamannya. Wallahua’lam.(*)

Artikel ini Meraih Juara II
Dalam Ajang Festival Mahasiswa KPI Se-Jawa Timur 2013
Yang di Selenggarakan oleh Gubenur BEM Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Nurul Jadid 
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar