Pesatnya ilmu pengetahuan dan
teknologi merupakan tantangan besar bagi umat manusia, terlebih bagi remaja
yang berstatus siswa ataupun mahasiswa. Toh meskipun realitasnya ada sisi positifnya juga, namun tidak
menurut kemungkinan dari sekian dampak positif yang ada bisa jadi dampak
negative lebih dominan. sekalipun ada yang mengatakan bahwa manusia yang hidup
pada era multi media ini, tampa di imbangi dengan kemajuan ilmu teknologi maka
tidak akan seimbang alias hampa dan alpa.
Namun
kalau kita kembalikan pada realitas sosial, hadirnya teknologi itulah yang
merusak keseimbangan manusia, adanya teknologi mereka lebih condong yang instan
dan tak mau bersusah-susah mengikuti bola yang di dalamnya itu terdapat “Proses”, yang mana hal itu merupakan wasilah untuk mencapai sebuah cita-cita,
sangat tidak rasional jika kita ingin kaya tidak bekerja atau ingin pintar
tidak belajar.
Sebenarnya
dalam hal ini penulis tidak bermaksud untuk mengkambing hitamkan teknologi,
karena menurut beberapa literatur yang telah dibaca penulis misalnya dalam
bukunya O. Solihin dijelaskan bahwa teknologi itu ibarat pisau yaitu bermata
dua pertama dari segi mamfaatnya seperti; untuk memotong buah-buahan terus dari
buah itu kita bisa mengambil mamfaatnya atau bisa saja dari segi negatifnya
seperti; di gunakan untuk membunuh orang dari membunuh tersebut kita bisa
terkena modhoratnya bisa disimpulkan
bahwa antara positif dan negative punya feedback masing-masing, semuanya dikembalikan pada pihak pengguna.
Remaja dan Seksualitas
Perbincangan seksualitas sudah tidak dianggap tabu lagi, perkembangan
modernitas yang begitu cepat dengan dimotori teknologi dan ilmu pengetahuan.
Media yang merupakan salah satu dari kemajuan teknologi tidak segan-segan lagi
membicarakan menjadi rubrik tetap berbagai media, baik elektronik maupun cetak.
Sekarang masyarakat sudah tidak tabu lagi membicarakan seksualitas di depan
publik. Sebab arus informasi dari media begitu kencang tentang seksualitas
disinyalir menjadi penyebab pola prilaku dan interaksi sosial kearah yang
sangat jauh dari moral. Kuhusunya para remaja, mengingat remaja sangat rentan
dan aktif dalam prilaku seksualnya. Pun, dengan adanya pengaruh kuat blue
film dan majalah yang beraroma pornografi, trend hubungan sek bebas dan
lain sebagainya.
Perkembang
teknologi yang kian hari kian canggih, sudah menjadi rahasia umum dunia maya
atau internet menjadi sarana dan fasilitas yang memberi kemudahah untuk
mengakses informasi. Dengan jangka waktu seper sekian detik, web search engine
dapat menampilkan jutaan lembar untuk dibaca, diakses bahkan di download. Akan
tetapi apabila key word yang dimasukkan tentang seksualitas, pengguna sudah
disuguhi beribu pulihan bahan cuci mata, video porno, gambar bugil, adegan
asusila dan kesemuanya ditawarkan oleh kecanggihan teknologi. Dalam kontek
riilnya, masyarakat juga disuguhi berbagai macam acara lewat berbagai media
seperti internet, redio, televise, media cetak, yang mempengaruhi konsumennya
Ironisnya, pemerintah kurang tegas dalam menangani
masalah tersebut, terbukti dengan tidak adanya konsisten dalam media massa di
Indonesia, walau sudah tertera dalam UU RI No 40 tahun 1999 pasal 32 ayat 1 “ program atau
promo yang mengandung muatan adegan kekasan secara dominan, atau mengandung
kekerasan ekplisit dan vulgar hanya dapat disiarkan pada jam tayang yang mana
anak-anak pada umumnya sudah tidak menonton televise, yakni pukul 22.00-30.00
sesuai dengan waktu stasiun penyiaran yang menanyangkan”. Tetapi pada
prakteknya hasil analisis media masih saja menemui pelanggaran batasan
tersebut, karena tersandung upaya sensor tanpa ada control yang massif terhadap
kebijakan tersebut
Dampaknya adalah remaja kita, dimana-mana
remaja yang di perbincangkan, remaja yang membawa keonaran, meskipiun kenyataannya
masih ada segelintir remaja yang mampu mengendalikan napsunya. Dari realita
yang ada aksi tidak bermoral yang dilakukan oleh para remaja itu di dasari oleh
beberapa latar belakang yang bervariasi, penggunaan teknologi yang tidak
semestinya, pengaruh lingkungan hidup, ekonomi, dan bahkan pendidikan moral
yang mulai dipertanyakan.
Permasalahan yang perlu kita kaji dan tala’ah
ulang adalah mendominasinya dampak negative dari pada pesatnya perkembangan
teknologi itu, yang mana hal tersebut berimbas pada degradasi moral atau etika.
Ketika moral remaja sebuah bangsa itu rusak maka jangan harap bangsanya akan
maju dan berkembang
Sekilas
flashback pada Era Jahiliyah dimana
didapati; amoral, ketidak adilan, ketidak manusiawian,deskriminasi dan lain
sebgainya. Hal tersebut sangat ironis sekali, sehingga kemudian Allah mengutus
Nabi Muhammad untuk memperbaikki kerusakan yang terjadi dibumi, sebagaimana
telah beliau sabdakan “Sesungguhnya saya diutus untuk menyempurnakan
akhlak(moral)” sebenarnya sabda Nabi itu sangat kontektual sekali, karena dalam
hal tersebut tidak hanya beretika sesama manusia saja tapi kepada seluruh yang
ada di Alam ini, meliputi Manusia, hewan dan tumbuhan, sehingga lumrah di
kalangan umat islam terutusnya Nabi adalah sebagai Rahmatal lil alamin (Rahmat
bagi semesta alam)
Untuk
itu pesantren hadir di tangah-tengah kita, selain mencetak anak didik yang tafakku
fiddin, berwawasan luas juga mencetak anak didik yang berakhlakul karimah,
sehingga lumrah dalam dunia pesantren dengan sebutan bahwa pesantren sebagai
bengkel moral, karena memang tidak ada lembaga lain yang memang inten,
mengayomi anak didiknya dalam perbaikkan moral, kecuali pesantren. Apalagi
pesantren yang mempunyai semboyan “kesopanan lebih tinggi nilainya dari pada
kecerdasan” sungguh besar jasa pesantren bagi bangsa ini, makanya orang tua
yang sadar dan tau tentang kemorosatan moral remaja saat ini, melarikan
putra-putrinya kedunia pesantren, yang tujuan utamanya adalah membina akhlakul
karimah. Wallahu a’lam bimuradihi (*)