Welcome to farukfazhay.blogspot.com, blog ini diasuh oleh Umar Faruk Fazhay asal Jl. Raya Sawah Tengah Robatal Sampang Madura Jawa Timur Menyelami Ajaran Makrifat Kesunyatan Syekh Siti Jenar ~ MENYELAMI MIMPI

Minggu, 22 September 2013

Menyelami Ajaran Makrifat Kesunyatan Syekh Siti Jenar


Berbicara Syekh Siti Jenar tentu bukan barang yang baru di benak pembaca yang budiman. Syekh Siti Jenar merupakan salah satu dari wali kesepuluh diantara yang lumrah dikenal dikalangan masyarakat dengan sebutan Wali Songo. Sedangkan ajarannya yang paling mashur adalah Manunggaling Kawula klawan Gusti. Ketidak stabilan ajaran yang dibawa dengan realitas atau masyarakat awam sehingga membuat Syekh Siti Jenar harus menjemput ajalnya.

Namun ketika menilik kembali ajaran yang dibawa oleh Syekh Siti Jenar telebih tentang ajaran makrifatul Ilah. Hal itu merupakan fenomena yang luar biasa, yang mungkin ada beberapa perbedaan konsep dan pradigma dari beberapa ajaran Syekh dan para wali Allah lainnya.

Achmad Chadjim dalam buku ini, memaparkan panjang lebar tentang hakikat makrifat kesunyatan (kebenaran/apa adanya), yang merupakan sambungan dari pada buku satu dan dua yang pernah di tulisnya. Adapun intisari yang terdapat dalam buku makrifat kesunyatan ini adalah sebagai berikut:

Seseorang yang sudah makrifat justru merasa tidak mengetahui apa-apa, tetapi hasilnya adalah apa-apa yang dapat menjadi petunjuk baik bagi dirinya maupun orang lain. Makrifat yang arti sebenarnya “orang yang tahu” atau orang yang memiliki pengetahuan, justru dalam kenyataan dia adalah orang yang tidak tahu apa-apa. Ia seperti alat yang tidak tahu dirinya alat, tetapi ia berguna bagi siapa yang membutuhkan kehadirannya. Ia tampak seperti manusia biasa lainnya, yang bisa hadir sebagai pemimpin, pegawai, buruh, pedagang, petani, ataupun prajurit yang siap bertempur di medan pertempuran. (hal. 51)

Jiwa bisa menjadi tenang bilamana badan wadag sebagai wadahnya dilatih untuk dapat membuat semua indra menjadi patuh pada sang jiwa. Namun, dalam kenyataannya jiwa justru lebih banyak terpengaruh oleh pancaindra (indra penglihat, pembau, pendengar, perasa di lidah, dan perasaan dikulit) dan tri-indra (pikiran, imanjinasi atau angan-angan dan keinginan). Jadi, kita harus dapat membuat pancaindra dan tri-indra menjadi heneng (diam) dan hening (jernih, bening), agar kita bisa hidup secara lawas (awas) dan heling (eling, sadar). (hal. 73)

Tubuh fisik ini hendaknya tidak digunakan untuk membuat yang sia-sia. Tubuh fisik ini hendaknya tidak digunakan untuk berbuat atau bertindak yang tidak dilandasi pengetahuan yang benar. Jika kita beribadah ritual, maka kita harus memiliki pengetahuan tentang ibadah yang kita lakukan-dan bukan katanya. Kalau kita berpuasa Ramadan, kita harus mengetahui dengan benar tantang kegunaan dan tujuan puasa tersebut, dan bukan kerana puasa itu kewajiban agama. Islam tidak mengajarkan keberhalaan. (hal. 95)

Tuhan tidak pernah membuat kejahatan. Tetapi, cara kerja alam untuk mempertahankan eksistensinya dapat menimbulkan efek samping yang berupa kejahatan terhadap makhluk lain yang berada disekitarnya. Curah hujan yang lebat bisa menimbulkan banjir. Tetapi, air hujan diperlukan oleh makhluk hidup yang hadir dikawasan yang tersiram air hujan. Bila kita tidak pandai mengelola air hujan yang berlimpah, maka petaka akan menimpa kita. Itulah sebabnya, dalam Alquran dinyatakan dengan tegas bahwa semua yang baik dari Allah. (hal. 139)..

Segala jeratan dunia harus kita lepaskan agar hidup ini nyaman dan selamat. Ketika kita melepaskan nyawa, maka kita sudah terbebas dari aneka jeratan dunia. Kita tak perlu was-was, ragu-ragu, dalam perjalanan jiwa kita. Bukankah dengan membebaskan diri dari jeratan dunia itu untuk mencapai tujuan yang mulia? Benar! Bila kita bisa hidup lahir dan batin sama pasti kita akan sampai tujuan, yaitu kembali kepada tuhan semesta alam. Kita sejatinya bukanlah bagian dari dunia, tetapi kita adakag khalifah-Nya. (hal. 183).

Manusia harus realistik dalam menjalani hidup di dunia ini. Ia harus berusaha untuk tidak tertipu oleh heksa-indranya (penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, perasa, dab nafsu seksual) dan oleh tri-indranya (pikiran, angan-angan dan keinginan). Indra, pikiran, angan-angan, dan keinginan dapat menipu kita. Oleh karena itu, manusia harus meniti ke dalam dirinya, mengetahui rahasia dirinya, dan akhirnya berusaha memahami makna kematian dirinya di dunia ini. Itulah yang di tegaskan oleh Syekh Siti Jenar. (hal. 271).

Khusuk arti sebenarnya adalah gersang atau tandus. Jadi, orang yang khusuk adalah orang yang steril dari berbagai macam keinginan atau aktivitas pikiran. Orang jawa menyebutnya hati dan pikirannya lerem. Sedangkan daim artinya tak pernah berhenti, maka orang yang salat makrifat berarti orang yang tidak pernah putus kesadaran terhadap Tuhannya. (hal. 295).

Buku ini sangat penting sekali dibaca oleh seluruh umat islam, karena didalamnya dijabarkan secara panjang lebar hakikat islam, Nur Muhammad, kiamat, Adam, jin, hantu dan setan, makna dunia dan akhirat, makna surga dan neraka dan hakikat salat, zakat dan haji. Hal ini merupakan oase bagi mereka (umat islam) yang tergolong taqlik (ikut tanpa mengetahui dasar/sekedar katanya saja), sehingga kemudian menjadi umat islam yang  itba’ (ikut dengan mengetahui landasan atau dasarnya). Dengan harapan, agar semua amal ibadah yang kita kerjakan lebih bermakna, dan bukan hanya sekedar ritual belaka.(*).
_____________________________________________
Judul buku       : Syekh Siti Jenar (makrifat Kesunyatan)        
Penulis              : Achmad Chodjim
Penerbit           : PT Serambi Ilmu Semesta
Tahun Terbit    : Maret 2013
Tebal               : 352 hlm           
ISBN               : 978-979-024-344-6
Peresensi           : Umar Faruk Fazhay

dimuat di rimanews (22 September 2013)


1 komentar: